Satu Kampung Tiga Nama…

Baru saja membaca artikel ringan di harian digital KOMPAS
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/05/04/14161124/Satu.Kampung.Tiga.Nama…
cukup menarik karena fenomena ini sering ditemui di wilayah Indonesia. Semuanya tergantung kepada yang menyebut dan mengenalkannya ke “pihak luar”, dan di sinilah peran penting pemerintah untuk menetapkan “versi” baku untuk tertib administrasi. Tetapi dalam menetapkan nama bakunya sebaiknya memperhatikan “sejarah” dan asal usul nama lokasi tersebut. Ada salah satu perjanjian tidak tertulis dalam pembakuan nama geografis yaitu berdasarkan yang “tertua” atau “yang paling awal” jika unsur geografis tersebut mempunyai banyak nama. Hal seperti ini banyak dijumpai di Indonesia bagian timur, utamanya nama pulau-pulau kecil atau kampung pemukiman. Sebabnya terkait langsung dengan “keanekaragaman suku dan bahasa daerah” yang “dulu pernah atau sedang mendiami” lokasi tersebut. Nama satu kampung, desa atau pulau yang sama mungkin akan berbeda jika ditanyakan kepada orang Ambon, orang Papua atau orang Bugis yang berdiam di sana. Jika ingin dibakukan sebaiknya mengacu kepada nama dalam bahasa lokal atau berdasarkan kelompok yang paling pertama mendiami lokasi tersebut.

Berikut adalah liputan dari Kompas (copy and paste mode). Apabila dibaca, banyak penulisan nama kampung yang belum sesuai dengan kaidah Toponimi…jika ada waktu luang atau tertarik silahkan dikoreksi hehehe…
(Misalnya penulisan nama Kecamatan Kampung Laut seharusnya Kecamatan Kampunglaut).
Jikalau ada yang sudi meneruskan info ini kepada para pewarta atau penulis berita, alangkah senangnya…:)

Senin, 4 Mei 2009 | 14:16 WIB
Laporan wartawan KOMPAS M Suprihadi

KOMPAS.com – Orang Jawa memang biasa punya nama panggilan atau sebutan. Kadang kala, nama panggilan atau sebutan itu sama sekali berbeda dengan nama aslinya. Ada misalnya Bambang dipanggil Bagong atau Goplo karena bentuk badannya yang gemuk.

Ada yang karena badannya kerempeng pendek dipanggil Gareng. Ada yang karena kepalanya besar menyerupai palu lalu diparabi Ganden. Tapi ada juga teman saya dipanggil Merit bukan karena tubuhnya kurus kerempeng, tapi justru karena namanya Sigit, sehingga secara fonetik mudah diingat menjadi Sigit Merit.

Tak jarang juga yang tidak jelas dari mana asal nama panggilan itu. Misalnya teman saya bernama Joko tapi dipanggil Bantuk, Sriwidadi dipanggil Gadut, dan saya sendiri dipanggil Santjuk.

Nah, berkait dengan nama sebutan itu, rupanya nama kampung pun bisa disebut bermacam-macam, yang satu dan lainnya tak berhubungan. Bahkan banyak penduduknya yang tak tahu menahu kenapa nama itu dipakai.

Kampung Ujung Alang di Desa Motean, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap misalnya, biasa disebut Kampung Pejagan dan Ujung Alang itu sendiri, selain juga Kampung Motean. “Dulu namanya Motean, terus pernah disebut Pejagan, dan sekarang Ujung Alang,” kata Maryoto, penduduk setempat yang ditemui di Dermaga Ujung Alang, Senin (4/5).

Jawaban yang sama disampaikan sejumlah ibu yang sedang menunggu perahu sompreng ke kota Cilacap. “Memang kampung ini punya banyak nama,” kata seorang ibu yang tak mau menyebut namanya. “Ora usah ditulis jenenge bae lah,” katanya.

Published by agustan

Scopus Author ID: 22956983500 dan orcid.org/0000-0002-5419-1362.

Leave a comment